Aplikasi BRIMobile New

Bagi BriMania yang pengen aplikasi SMSBanking Terbaru Kelebihannya sudah dilengkapi dengan fasilitas Transfer antar Bank. Terima Kasih. Selamat Menikmati Fasilitasnya. Download aja disini

http://rapidshare.com/files/390378184/BRIMobile.rar.html
http://www.sendspace.com/file/hs9oia

OPERASI MATA GRATIS

NAMA SAYA NORMAWATI, YANG SEDANG MENDERITA KEBUTAAN, MEMINTA PERTOLONGAN KEPADA SIAPA SAJA DIDUNIA INI YANG MASIH MEMILIKI HATI. SAYA INI WANITA BERUSIA 27 TAHUN, TIDAK DAPAT MELIHAT SEJAK USIA 16 TAHUN, BAGI SIAPAPUN DIANTARA TEMAN-TEMAN YANG MEMILIKI INFORMASI TENTANG OPERASI MATA GRATIS TOLONG HUBUNGI KAMI SECEPATNYA. KAMI SANGAT BERTERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA. SEMOGA TUHAN MEMBALAS JASA TEMAN-TEMAN YANG MAU MEMBANTU KAMI.

CONTACT PERSONS : - 081343554020 (BURHAN)
- 081254077281 (NORMAWATI)

Sabtu, 30 Mei 2009

Ahmadiyah Masih Dalam Koridor Islami


Tulisan KH A Mustain Syafi'i MA, Pengasuh Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dalam edisi 12 Juni 2008 dengan judul 'Mengukur Keimanan Ahmadiyah' mendapatkan tanggapan dari KH Miftachul Akhyar, Rais Syuriyah PWNU Jatim, Pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sunnah Kedung Tarukan Surabaya pada edisi 14 Juni 2008 di halaman 2 dengan judul 'Tanggapan Atas Tanggapan Mengukur Keimanan Ahmadiyah'. Berikut ini tanggapan balik KH A Mustain Syafi'i MA atas tanggapan yang disampaikan KH Miftachul Akhyar. Redaksi

Kami haturkan banyak terima kasih dumateng romo KH Miftachul Akhyar yang telah menanggapi tulisan al-faqir, "Mengukur Keimanan Ahmadiyah". Mudah-mudahan nasihat beliau menyejukkan hati umat Islam dan memberikan pencerahan memahami keberagamaan dan keberagaman di negeri ini.

Tanggapan yang sangat bagus dengan menunjuk berbagai referensi: al-Raudlah, Fath al-Bary, al-Zawajir, al-Fatawa dll. Tapi sayang, tidak mengungkap apalagi menganalisis isinya sehingga pembaca tahu materi sanggahannya.

Sesungguhnya harapan kami adalah tanggapan tentang ukuran keimanan seperti yang sudah kami papar dalam tiga skoring berikut dalil dan analisisnya (HARIAN BANGSA: 12-6-2008). Sebab, dengan skoring inilah keimanan seseorang atau kelompok bisa dianggap sah dan tidak.

Negeri ini memang mayoritas Islam, tapi warna keislamannya berbeda-beda dan pemerintah belum pernah membuat standar keislaman baku ala Indonesia. Orang Nahdliyyin bisa saja merujuk pendapat al-Salaf al-Shalih dan para imam-imam Mujtahid, tapi itu bagi intern NU yang belum tentu disepakati kelompok lain.

Darul Hadis atau LDII. Mereka Islam, tapi pentakfiran kepada selain mereka sangat kuat. Jika kita duduk di masjid mereka, langsung dipel segera setelah kita meninggalkan tempat itu karena dianggap najis. Artinya, secara tidak lengsung mereka menganggap kita masih kafir.
Pertanyaannya, lalu siapa yang kafir, kita atau mereka? Dan LDII urip ayem tak terusik.

Dalam tanggapan beliau, ada beberapa yang menarik:
Pertama, soal Hadis: "La nubuwwah ba'dy illa ma sya'a Allah".
Ya, memang riwayat yang masyhur tanpa tambahan istitsna' "illa ma sya'a Allah". Tapi riwayat itu benar-benar ada dan kami tidak mengada-ada.

Menurut studi Hadis, berbedaan matan itu bisa terjadi karena ikhtilaf al-riwayat. Dan jika sebuah matan bertentangan dengan matan mutawatir, maka dihukumi sebagai dha'if. Lantas, ahli Hadis bersilang pendapat soal makna bertentangan. Apa bertentangan maksudnya persis seperti sifat "Nushush Muta'aridlah" (yang satu melarang dan yang lain menyuruh, misalnya), atau sekadar beda varian (mukhtalifah), yakni pesannya sama, tapi ada sedikit panambahan atau pengurangan atau gaya bahasa berbeda.
Sebab riwayah al-Hadits bi al-ma'na dibolehkan. Al-Imam Ibn Qutaybah al-Dinawary memilih istilah Mukhtalifah meski Hadis-Hadis studinya berindikasikan muta'aridlah.

Silang pendapat kedua, soal status matan yang dianggap dla'if. Apakah ditinggalkan ataukah bisa dipakai sebagai penjelas. Sebagian ahli ilmu memilih sebagai fungsi penjelas. Itulah sebabnya maka jumhur mufassirin menganggap qira'ah Ahad tetap berfungsi sebagai dasar tafsir atas qira'ah mutawatirah "Yajri majra al-Tafasir"

(Nah al-Taisir:33). Dan menurut pilihan kami, Hadis ini lebih cokok masuk kategari mukhtalifah ketimbang muta'ridlah dengan alasan pesan dasarnya sama, meski ada sedikit penambahan. Karena itu, Abu Umar mensyarahi "illa ma Sya'a Allah" dengan al-ru'ya. Tapi Kiai Miftah memenggal syarah itu dan berhenti pada kata wallahu a'lam.

Padahal, kata "wallahu a'lam" itu jumlah mu'taridlah yang masih berlanjutana. Ta'bir lengkapnya begini.
"Qal Abu Umar: "Ya'ni al-Ru'ya - wallahu a'lam - al-laty hiya juz' minha ". Ru'ya yang merupakan bagian dari nubuwah. Dengan demikian, ada isyarat, bahwa al-ru'ya al-shalihah, pandangan bersih, ilham bagus, pemikiran cemerlang itu bagian dari pernik-pernik kenabian.

Justeru komentar Abu Umar ini malah mempertegas sekaligus memperlebar makna "illa ma sya'a Allah" dalam hadis tersebut. Sekali lagi, itu pendangan Abu Umar dan masih ada pandangan lain berdasar umum al-lafdh.
Kedua, soal pengkafiran orang yang tidak mau mengkafirkan orang kafir. Ya, kalau orangnya sudah jelas-jelas kafir nyel. Dan Hadis itu imbang dengan Hadis "barang siapa yang mengakfirkan kawannya padahal tidak begitu, maka cap kafir itu nampes ke dirinya sendiri".

Persoalan kini bukan saling mengakfirkan, tapi apakah Ahmadiyah yang masih mengimanai Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagi Rasulullah, melakukan shalat, zakat, puasa, haji tapi meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu sebagai al-Masih al-Muntadhar, atau sebagai nabi yang bukan membawa syari'ah itu bisa dihukumi kafir?.

Nabi (nabi') artinya orang yang mendapat berita dari Allah SWT, diberi naba'. Jadi, menurut lughah, semua orang yang mendapat bisikan atau naba' bisa disebut Nabi. Tapi sebatas itu saja. Sedangkan nabi beneran adalah orang yang dituruni Kalamullah, kitab suci, wahyu dan membawa syari'ah untuk umat, kayak Nabi Muhammad SAW, nabi Isa A.S. Nabi Musa, A.S. dll.

Sebagai bahan pertimbangan, jika ada orang yang percaya bahwa nabi Isa A.S. akan turun lagi ke bumi ini, apa itu tidak berarti mempercayai ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW?. Tentu dijawab:" TIDAK". Sebab Nabi Isa A.S. turun tidak membawa syari'ah baru, melainkan melanjutkan syari'ahnya Nabi Muhammad SAW". Padahal al-Qur'an tidak pernah mengatakan bahwa Isa akan turun lagi.

MUI yang menvonis Ahmadiyah sebagai sesat, mestinya diperjelas. Ini terma teologi yang sudah ada lebelnya. Apa kafir, murtad, Musyrik atau apa? Jika dijawab: Kafir, maka Penulis memohon kepada siapa saja agar berkenan menunjukkan dalil sharih dari al-Qur'an atau al-Hadis yang mengatakan, bahwa orang yang mempercayai orang lain sebagai al-Masih al-Muntadzar itu kafir? Jangan pendapat ulama dan jangan mafhum-mafhuman, ma'af, sebab kami sudah punya.

Soal Mirza Ghulam Ahmad, apakah dia berkata benar atau dusta?. Demi Allah, Penulis meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai al-Masih al-Muntadzar atau sebagai nabi yang tidak membawa Syari'ah atau apa saja yang senada dengan itu adalah bohong besar, dusta, palsu dan penipu. Ya, tapi sebatas itu saja. Semantara keimanan jamaah Ahmadiyah, selagi meyakini "La ilah illa Allah, Muhammad Rasulullah ", mengerjakan shalat, zakat, puasa, haji dll. tetap dalam koridor Islam. Itu pendapat. Pendapat seorang santri yang sama sekali tidak pernah "bersentuhan" dengan JIL maupun AKKBB. Wallahu a'lam. (*)



Oleh: KH A Mustain Syafi'i MA, Pengasuh Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hanya Allah yang Maha Tahu, saya tidak mengerti dengan Manusia yang selalu mencampurkan Dunia dan Akhirat

Posting Komentar

Template by:
Free Blog Templates